Retreat

Retreat
Paskah 7 April 2010

Golden Bridge

Kumpulan ide-ide kreatif yang dibangun untuk membangun masa depan pemuda yang semakin disukai Allah dan manusia.

Rabu, 26 September 2012

perkelahian remaja

Dalam tatanan kehidupan manusia nampak jelas ditandai dengan adanya berbagai ciri masyarakat yang dinamis, dengan berbagai golongan umur. Sebagai mahluk hidup, manusia mulai dari anak-anak sampai dewasa bahkan manusia yang tergolong lanjut usia memiliki kegiatan yang sesuai dengan golongan umurnya dalam suasana aman dan damai. Sehingga tercipta kelompok sosial masyarakat yang secara umum ditandai dengan persamaan umur tiap-tiap kelompok sosial. Salah satu kelompok umur dalam kehidupan manusia adalah golongan remaja dengan karakteristik yang berbeda-beda dengan kelompok anak-anak dan kelompok orang dewasa. Singgih D. Gunarsa dan Ny. D. Gunarsa berpendapat bahwa umur remaja adalah umur 17-22 tahun. Fase remaja berada pada posisi transisi, untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa. Mengiringi perjalanan hidup manusia, fase remaja akan mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang merupakan suatu kesempatan yang panjang bagi seseorang untuk membekali diri dalam menyongsong masa depan yang cemerlang, indah, dan penuh pesona. Tetapi perlu disadari bahwa masa remaja tidak hanya menjadikan indahnya kehidupan seseorang namun sekaligus merupakan suatu tahapan dalam perkembangan dan pertumbuhan manusia yang penuh dengan berbagai macam tantangan yang harus dihadapi. Pada seseorang yang berada pada masa remaja diliputi dengan sifat dan sikap yang lebih emosional sehinga terkesan kurang mampu mengendalikan dirinya yang dapat menyebabkan munculnya masalah dalam kehidupan bersama yang sumbernya berasal dari para remaja. Dengan perilaku yang kurang terkontrol dari para remaja menyebabkan para orang tua dewasa terutama orang tua mengidentifikasi berbagai kejadian yang meresahkan sebagai suatu masa transisi yang diakui remaja. Penyebab terjadi pada diri remaja yang membuat resah bagi orang yang disekitarnya karena pergaulan dalam lingkungan, menurut Singgih D. Gunarsa bahwa lingkungan disisi teman-teman, keluarga tetapi dalam arti yang luas yaitu semua keadaan diluar diri anak. Begitupun menurut penulis bahwa tidak hanya dari remaja dan keluarganya tetapi dalam lingkungan dimana mereka berada. Seiring dengan perkembangan dan kemajuan yang sering terjadi maka remaja semakin sulit menempatkan dirinya/ingin bertambah. Akibatnya para remaja kadangkala/memposisikan diri dimana tindakan dalam kehidupan karena pergeseran nilai yang sedang terjadi, tanpa sadar akan bahaya yang akan terjadi apabila tidak mampumenempatkan secara benar dalam kehidupan. Berbicara tentang kenakalan remaja memang sangat rumit dan meresahkan yang kadangkala menimbulkan perkelahian remaja. Lagipula masalah perkelahian remaja tidak hanya merupakan pergumulan segelintir orang, melainkan pergumulan yang sifatnya menyeluruh. Kenakalan remaja disebabkan karena kurangnya perhatian dan bimbingan dari gereja, masyarakat bahkan dari keluarga sendiri. Beratnya tanggung jawab untuk mengalahkan dan memikirkan kehidupan remaja terutama berada diatas pundak orang tua dan gereja. Oleh sebab itu, sudah seyogyanyalah para orang tua memikirkan kehidupan remaja dimana secara tanggung jawab ini dimulai dari dalam keluarga. Sehingga para remaja berada pada suatu masalah yang sulit, namun tetap juga masih terbuka kesempatan untuk dapat mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya terutama melalui pendidikan dan bimbingan agar kelak menjadi generasi dapat diandalkan untuk melanjutkan cita-cita bangsa dan Negara. Adapun faktor yang menyebabkan perkelahian remaja adalah mulai dari kegagalan pembinaan orang tua di rumah pengaruh bebas antara remaja bahkan akhir-akhir ini muncul masalah disekitar penggunaan obat-obat terlarang yang justru disenangi para remaja yang tidak lepas dari perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Begitupun terlihat dalam lingkungan Buntu Ambaang Kecamatan Rantepao Kabupaten Toraja Utara tentang kenakalan remaja yang sering menimbulkan perkelahian. Untuk menangani masalah kenakalan remaja yang sering menimbulkan perkelahian, diperlukan pola pendekatan dengan sistem pembinaan yang tepat dan dapat dilakukan orang tua dan guru-guru di sekolah, tokoh-tokoh masyarakat terutama peranan dalam gereja dalam membina generasi muda dalam pertumbuhan iman seperti halnya dalam 1 Timotius 4:12-16. Adapun usaha yang dilakukan oleh pemerintah, yakni dengan melakukan kegiatan antar kampung/dusun yakni dalam hal ini adalah kegiatan karang taruna. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan agar tercipta hubungan yang baik antar sesama remaja, supaya tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Tetapi kegiatan ini mencapai maksudnya sebab tidak dapat juga menanggulangi kenakalan remaja. Pada saat kegiatan itu berlangsung mereka dapat menciptakan keakraban, tetapi setelah kegiatan selesai keakraban itu tidak nampak lagi. Didikan dari orang tua yang juga pada dasarnya memiliki pendidikan dasar yang minim sehingga pendidikan yang dibeikan kepada anaknya hanya pada batas kemampuan dan pemikiran mereka serta pengaruh lingkungan dimana anaknya bergaul telah menimbulkan kesulitan untuk memperbaiki perilaku hidup mereka. Perilaku hidup mereka inila yang sering menimbulkan perkelahian antar remaja. Pendidikan orang tua yang minim dimana ada jenjang pendidikannya hanya pada jenjang sekolah dasar (SD), sekolah menengah pertama (SMP), menyebabkan kurangnya bimbingan kepada anaknya yang masih tergolong remaja sehingga kadangkala menimbulkan perkelahian antar remaja. Tidak dapat disangkal bahwa dalam lingkungan Buntu Ambaang ada diantara orang tua yang jenjang pendidikannya sampai pada jenjang sekolah menengah atas (SMA) bahkan perguruan tinggi tetapi tidak juga menampakkan bimbingan yang dapat mengubah perilaku hidup anaknya yang sudah lama terpengaruh dalam kenalakan remaja, bahkan usaha dari pemerintahpun tidak dapat mencegah kenakalan remaja yang semakin hari semakin meresahkan masyarakat. Mengapa penulis mengatakan demikian? dikatakan gagal sebab telah mengikuti kegiatan yang dimaksudkan diatas dimana, merekapun kembali kepada sikap hidup mereka yang semula yaitu menampakkan kenakalan remaja.

Kamis, 12 Juli 2012

Jalan Hidup yang Penuh Kemenangan Bersama Tuhan

Nats: Filipi 4: 11b-13; 21-24; Roma 8: 37; 2Kor 2:14 Ada dua macam orang: Pertama, orang yang ketika dalam kesusahan, dan kondisi sulit itu tidak berubah menurut pemikirannya setelah ia berdoa kepada Tuhan, ia me¬rasa Allah tidak mempedulikan dia, karena itu ia marah dan meninggalkan Tuhan. Kedua, orang yang ketika hidupnya lancar dipenuhi dengan kesenangan justru terlena dan mengabaikan Tuhan. Dua macam orang ini saya sebut orang yang dikalahkan oleh kesulitan dan orang yang dihanyutkan oleh kenikmatan. Ternyata tidak ada jaminan dalam kondisi hidup fisik yang dapat membuat seseorang tetap setia kepada Tuhan. Karena memang bukan kondisi luar, tetapi hati (sikap batin) itulah yang menentukan respon seseorang kepada Tuhan. Allah yang adil memberi situasi yang berbeda kepada setiap orang. Jika seseorang memiliki hati yang benar kepada Allah, walaupun dalam penderitaan yang berat ia tetap memuliakan Tuhan, dan ketika berada dalam kehidupan yang penuh berkat, ia lebih mencintai Tuhan daripada segala berkat-berkat Tuhan yang siap untuk diambil daripadanya. Tanpa sikap hati yang benar, dalam situasi apa pun orang yang akan selalu meresponi Allah secara salah. Paulus memberikan teladannya yang indah ketika ia mengungkapkan sikapnya dalam perkataan berikut: “Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:11b-13). Dalam mengalami kesulitan, deraan, ancaman, kengerian ia tidak menjadi kecewa, ketika ia menerima keadaan yang diberkati, kesukaan, kenyamanan, kelimpahan dan anugerah Tuhan ia tidak menjadi hanyut. Kesulitan maupun kelancaran merupakan suatu situasi yang sama-sama beresiko untuk mengikis kesetiaan kita kepada Tuhan. Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan kepada bagaimana kita dapat menang atas situasi sulit yang kita hadapi. Saya akan mensharingkan 4 prinsip, yang diharapkan dapat menolong kita ketika menghadapi situasi hidup yang sulit dengan sikap yang benar. Dengan pemahaman dan perspektif iman Kristen yang benar, ia akan dimampukan untuk berespon benar supaya boleh mengalami hidup berkemenangan bersama Tuhan. Pertama, sadarilah bahwa kita hidup dalam suatu drama kosmik yang sangat menentukan. Kebenaran ini terungkap dalam kitab Ayub. Seluruh kehidupan Ayub, termasuk kehidupan batinnya terbuka bagi pengamatan dan penilaian Allah, malaikat dan Iblis. Ia ditempatkan di dalam posisi yang crucial, di mana seakan-akan kehormatan Allah dipertaruhkan dalam respon Ayub, dan jika dia gagal Iblis mendapat alasan untuk mencemooh Allah. Namun melalui kehidupan Ayub, Allah mau menunjukkan bahwa ada manusia yang akan tetap beriman dan mengasihiNya walaupun mengalami kesulitan terberat. Jikalau ia gagal maka iblis berkesempatan melawan serta mencemooh Tuhan. Tapi, yang terjadi justru melalui respon Ayub yang penuh kesetiaan kepada Allah itu ia mempermalukan Iblis. Inilah kehidupan yang mestinya diwujudkan oleh orang Kristen yang telah menerima anugerah Perjanjian Baru yang melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama. Setiap orang diberi kondisi hidup yang berbeda oleh Tuhan. Namun seperti dalam film, yang menjadi ukuran bukanlah kenyamanan peran si aktor, tetapi bagaimana ia memerankannya. Jika dalam film yang menjadi penilaian adalah kemampuan acting, maka dalam hal rohani yang menjadi penilaian ialah bagaimana menjalankan perannya dilihat dari sudut moral dan rohani: yang menjadi ukuran bukanlah apakah kita kaya atau miskin, pintar atau bodoh, sehat walfaiat atau didera oleh penyakit yang berkepanjangan, panjang umur atau hidup yang singkat; yang menjadi ukuran ialah apakah dalam Ada orang yang sepanjang hidupnya tetap miskin bukan karena malas atau bodoh, sebaliknya ada orang yang dari kecil hingga tua selalu hidup dalam kelimpahan. Ada yang seumur hidupnya dipenuhi dengan kesulitan, sebaliknya ada yang jalan hidupnya begitu mulus. Cara berpikir yang duniawi akan menilai orang yang hidupnya dipenuhi kesusahan itu bernasib buruk dan gagal, dan orang yang hidupnya enak itu bernasib baik dan sukses. Jika orang Kristen masih terjebak dalam cara pandang yang duniawi ini, maka perhatiannya hanya tertuju kepada mengusahakan kenyamanan hidup dan kelepasan dari kesulitan, dan bukannya pada kualitas hidup yang harus ia wujudkan. Karena itu, tidak heran, ketika dilanda kesulitan, mereka penuh dengan sungut dan keluhan kepada Allah (mengkorfirmasikan tuduhan Iblis, yang tentu saja salah), dan kehilangan fokus untuk dalam situasi hidup mereka untuk semakin memuliakan Allah. Di tengah-tengah kesulitan hidup yang memuncak, justru Ayub menyatakan kesaksian hidup yang sulit dilampaui. Di tengah-tengah kehidupan yang hancur oleh kelumpuhannya, Joni Erickson Tada justru menyatakan suatu kehidupan yang begitu mulia. Kedua, bagi anak Allah, keadaan sulit yang kita alami bukanlah keadaan tak diberkati, sebaliknya mungkin itu adalah saat yang paling indah dalam hidup kita. Ketika berada dalam kondisi yang sulit, terjepit, merasa lemah, keadaan yang memaksa kita bergantung penuh kepada Allah, seringkali kita menganggapnya sebagai bad time (waktu yang buruk), kondisi buruk yang tidak diberkati. Inilah alasan ketika berada dalam kondisi tersebut satu-satunya keinginan kita ialah cepat-cepat keluar dari situasi itu, setelah itu baru kita merasa diberkati. Tetapi dalam pengalaman saya, saya belajar bahwa saat berada di dalam kelemahan itu adalah saat-saat di mana saya paling dekat dengan Tuhan, itulah saat yang indah bersama Tuhan. Dan saat saya merasa kuat, mantap, dewasa, mandiri, mungkin itu adalah saat saya mulai tidak begitu bergantung lagi kepada Tuhan dan mulai agak liar atau bahkan sangat liar. Jangan salah mengerti bahwa saya mengajarkan supaya kita menginginkan kehidupan yang terus dalam kesuraman dan penderitaan, karena itu bukan maksud Tuhan atas hidup kita. Kekristenan adalah agama yang positif, yang penuh dengan pujian kemenangan dan sukacita. Karena itu, tidak salah jika dalam kesulitan, sakit, kesedihan, kita menginginkan Tuhan memberikan kelepasan, kelimpahan dan sukacita kepada kita. Tetapi apa yang mau saya tegaskan di sini ialah marilah kita belajar untuk melihat masa suram itu secara positif dari perspektif Kristen, bahwa jika saya berada dalam situasi seperti itu di situ pun Allah hadir dan kasih rahmatNya menopang aku, bahkan lebih penuh kasih mesra. Ada sesuatu yang unik dalam kehidupan ma¬nu¬sia, seringkali masa-masa sulit yang pernah kita alami dulu, seperti krisis, bahaya, kesulitan hidup, dsb kita ingat kembali dengan perasaan nostalgia. Demikian juga, dikatakan mengenai hubungan dalam pernikahan: krisis pernikahan yang dilalui dengan penuh ketabahan bahkan berguna untuk membangun kasih dan kepercayaan yang kokoh antara keduanya, suatu hal yang tidak pernah akan dimengerti dan dialami oleh mereka yang telah menyerah. Ketiga, dengan memfokuskan pikiran hanya pada kebahagiaan di masa yang akan datang, kita telah menyia-nyiakan realitas kehidupan masa kini, yang sebenarnya merupakan sesuatu yang indah dan sangat berharga. Sayur pare itu pahit, jangan dibuang, sebaliknya belajarlah untuk menikmatinya, karena itu sayur yang baik/berguna dan enak. Hidup ini sulit, ini adalah fakta tidak dapat kita tolak. Namun jika kita menyikapinya dengan benar, maka masa-masa sulit itu dapat menjadi pengalaman yang indah bersama Tuhan. Andaikan kita diberi umur 40 tahun, dan 20 tahun terisi oleh kesulitan, apakah berarti kita hanya akan memiliki 20 tahun hidup yang bermakna? Bagi saya, asal kita berjalan bersama Tuhan, maka kita tetap akan memiliki 40 tahun bermakna yang sangat berharga. Blaise Pascal mengatakan: kita tidak pernah [sungguh-sungguh] hi¬dup hanya untuk masa kini .... Kita bersikap tidak bijaksana dengan mengembara dari satu masa ke masa lain yang sesungguhnya bukan milik kita. Kita ... mengabaikan apa yang sungguh-sungguh ada. Kita bersikap demikian karena momen sekarang biasanya adalah sesuatu yang menyakitkan, itulah sebabnya kita menekannya... Kita cenderung membebani pikiran kita dengan masa lalu dan masa yang akan datang, dan jarang memikirkan masa kini.... Kita menjadikan masa masa lalu dan masa kini sebagai sarana, dan hanya menjadikan masa yang akan datang sebagai tujuan kita. Dengan cara berpikir demikian, kita tidak pernah sungguh-sunguh hidup, sebab kita hanya hidup dalam pengharapan, mengharapkan sesuatu yang belum ada, sedangkan yang ada dibuang-buang. Dengan selalu merencenakan bagaimana kita dapat menjadi bahagia, kita tidak pernah berada dalam kebahagiaan itu. (Pensees). Keempat, dengan memandang masa “sulit” sekarang sebagai hal yang negatif dan hanya memikirkan kebahagiaan yang belum tiba maka kita lalai menyambut maksud Tuhan dalam situasi kita itu. Tidak ada pengalaman kita yang alami yang terjadi di luar kontrol Allah. Dan jika Ia mengizinkan kita mengalami suatu kesulitan pasti ada maksud baik dari Allah bagi kita. Kita tahu bahwa: “Allah ... bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yagn terpanggil sesuai dengn rencana Allah.” (Rm 8:28). Dan jika dalam setiap situasi hidup kita terdapat maksud Allah yang baik, maka marilah kita menyambut maksudNya itu. Saint John of the Cross (Santo Yohanes dari Salib) mengungkapkan apa yang dinamainya the dark night of the soul (jiwa yang berada dalam kegelapan malam). Ia mengatakan demikian, “Berada di dalam kegelapan malam bukanlah sesuatu yang buruk dan destruktif. Sebaliknya ini bagaikan pengalaman orang sakit yang menyambut ahli bedah yang menjanjikan kesehatan dan kesembuhan kepadanya. Tujuan dari kegelapan ini tidak dimaksudkan untuk menyakiti atau menghukum kita tetapi untuk menyembuhkan kita. Inilah kesempatan yang Tuhan pakai untuk menarik kita lebih dekat kepadaNya.” Inilah pengalaman dan prinsip rohani yang mendalam untuk menghadapi realita hidup sebagai anak Allah yang mendapat identitas dan destiny penuh kemuliaan. Ia baik karena melucuti setiap ketergantungan kita yang berlebihan kepada perasaan ataupun kondisi-kondisi fisik di luar. Pandangan yang sering kita dengar adalah bahwa pengalaman kekelaman ini harus kita hindari sebagai syarat untuk mengalami kedamaian, penghiburan dan sukacita adalah pikiran yang salah. Sebab berada di dalam keadaan yang gelap ini adalah salah satu cara yang Allah pakai untuk memberikan kepada kita keheningan, ketenangan sehingga Ia dapat melakukan transformasi batin dari dalam kita. Ketika Allah membawa kita ke dalam keadaan demikian, bersyukurlah, karena Allah dalam kasih sayangNya yang besar sedang menarik kita keluar dari gangguan supaya kita dapat melihat Dia secara lebih jelas. Dalam keadaan demikian jangan memberontak atau melawan tapi belajarlah untuk diam dan menantikan Tuhan.” Allah mempunyai program yang mulia dalam hidup kita, membawa kita ke dalam kemuliaan. Ia ingin membentuk kita menjadi baru dan yang mulia. Dan kesulitan merupakan keadaan yang sangat kondusif untuk pekerjaan ini. Saat kita sedang hancur, saat ego kita telah dihancurkan, itulah saat kita bagaikan tanah liat yang telah dihancurkan untuk siap dibentuk ulang secara baru. Jika dalam saat demikian, kita salah mengerti dan memberontak, kita telah berlaku bodoh dan merugikan diri kita sendiri. Sebagian tidak tahan dalam kegelapan yang kelam ini sehingga ia mencari pengalaman rohani palsu yang menimbulkan gairah dalam hatinya yang kering, tetapi tindakan ini justru mengganggu program Tuhan. Guru-guru palsu telah menawarkan pengalaman agama palsu untuk mengisi kekeringan yang seharusnya diisi oleh Tuhan, akibatnya kepekaan rohani mereka menjadi tumpul. Apa yang mestinya kita miliki pada saat-saat seperti ini ialah berdiam diri di hadapan Allah dan menantikan Tuhan. Manusia tidak selalu menolong, terkadang mereka justru menjadi pengganggu yang mengalihkan perhatian kita dari suara Tuhan. Nabi Yesaya berkata: “dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan, kamu berkata, ‘Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat’, maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula, ‘Kami mau mengendarai kuda tangkas’, maka para pengejarmu akan lebih tangkas pula.” (Yesaya 30:15-16). Setiap kali kita mengalami kesulitan, carilah maksud Tuhan dalam situasi yang kita hadapi itu. Jangan kita dilumpuhkan oleh kesulitan, tetapi temukan ‘mutiara’ (berkat rohani) di balik kondisi sulit itu. Justru saat di dalam di penjara, Paulus menulis surat-suratnya yang paling penting dan menjadi berkat besar bagi gereja Kristen sepanjang masa, yaitu surat Efesus, Filipi, Kolose, Filemon dan Roma. Demikian juga saat dipenjarakan John Bunyan menulis Pilgrim Progress, karya sastra alegoris terindah dan bermutu tinggi di antara literatur Kristen. Perhatikanlah respon kita dalam masa-masa sulit itu supaya jangan kesulitan itu dilewati tanpa mendapatkan berkat rohani dari Tuhan itu. Amin. melanjutkan, “Dalam saat-saat seperti ini mungkin kita akan merasa kering, depresi bahkan putus asa. Tetapi ini merupakan keadaan yang

Jalan Hidup yang Penuh Kemenangan Bersama Tuhan

Nats: Filipi 4: 11b-13; 21-24; Roma 8: 37; 2Kor 2:14 Ada dua macam orang: Pertama, orang yang ketika dalam kesusahan, dan kondisi sulit itu tidak berubah menurut pemikirannya setelah ia berdoa kepada Tuhan, ia me¬rasa Allah tidak mempedulikan dia, karena itu ia marah dan meninggalkan Tuhan. Kedua, orang yang ketika hidupnya lancar dipenuhi dengan kesenangan justru terlena dan mengabaikan Tuhan. Dua macam orang ini saya sebut orang yang dikalahkan oleh kesulitan dan orang yang dihanyutkan oleh kenikmatan. Ternyata tidak ada jaminan dalam kondisi hidup fisik yang dapat membuat seseorang tetap setia kepada Tuhan. Karena memang bukan kondisi luar, tetapi hati (sikap batin) itulah yang menentukan respon seseorang kepada Tuhan. Allah yang adil memberi situasi yang berbeda kepada setiap orang. Jika seseorang memiliki hati yang benar kepada Allah, walaupun dalam penderitaan yang berat ia tetap memuliakan Tuhan, dan ketika berada dalam kehidupan yang penuh berkat, ia lebih mencintai Tuhan daripada segala berkat-berkat Tuhan yang siap untuk diambil daripadanya. Tanpa sikap hati yang benar, dalam situasi apa pun orang yang akan selalu meresponi Allah secara salah. Paulus memberikan teladannya yang indah ketika ia mengungkapkan sikapnya dalam perkataan berikut: “Sebab aku telah belajar mencukupkan diri dalam segala keadaan. Aku tahu apa itu kekurangan dan aku tahu apa itu kelimpahan. Dalam segala hal dan dalam segala perkara tidak ada sesuatu yang merupakan rahasia bagiku; baik dalam hal kenyang, maupun dalam hal kelaparan, baik dalam hal kelimpahan maupun dalam hal kekurangan. Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku” (Flp 4:11b-13). Dalam mengalami kesulitan, deraan, ancaman, kengerian ia tidak menjadi kecewa, ketika ia menerima keadaan yang diberkati, kesukaan, kenyamanan, kelimpahan dan anugerah Tuhan ia tidak menjadi hanyut. Kesulitan maupun kelancaran merupakan suatu situasi yang sama-sama beresiko untuk mengikis kesetiaan kita kepada Tuhan. Dalam perenungan ini, kita akan memfokuskan kepada bagaimana kita dapat menang atas situasi sulit yang kita hadapi. Saya akan mensharingkan 4 prinsip, yang diharapkan dapat menolong kita ketika menghadapi situasi hidup yang sulit dengan sikap yang benar. Dengan pemahaman dan perspektif iman Kristen yang benar, ia akan dimampukan untuk berespon benar supaya boleh mengalami hidup berkemenangan bersama Tuhan. Pertama, sadarilah bahwa kita hidup dalam suatu drama kosmik yang sangat menentukan. Kebenaran ini terungkap dalam kitab Ayub. Seluruh kehidupan Ayub, termasuk kehidupan batinnya terbuka bagi pengamatan dan penilaian Allah, malaikat dan Iblis. Ia ditempatkan di dalam posisi yang crucial, di mana seakan-akan kehormatan Allah dipertaruhkan dalam respon Ayub, dan jika dia gagal Iblis mendapat alasan untuk mencemooh Allah. Namun melalui kehidupan Ayub, Allah mau menunjukkan bahwa ada manusia yang akan tetap beriman dan mengasihiNya walaupun mengalami kesulitan terberat. Jikalau ia gagal maka iblis berkesempatan melawan serta mencemooh Tuhan. Tapi, yang terjadi justru melalui respon Ayub yang penuh kesetiaan kepada Allah itu ia mempermalukan Iblis. Inilah kehidupan yang mestinya diwujudkan oleh orang Kristen yang telah menerima anugerah Perjanjian Baru yang melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama. Setiap orang diberi kondisi hidup yang berbeda oleh Tuhan. Namun seperti dalam film, yang menjadi ukuran bukanlah kenyamanan peran si aktor, tetapi bagaimana ia memerankannya. Jika dalam film yang menjadi penilaian adalah kemampuan acting, maka dalam hal rohani yang menjadi penilaian ialah bagaimana menjalankan perannya dilihat dari sudut moral dan rohani: yang menjadi ukuran bukanlah apakah kita kaya atau miskin, pintar atau bodoh, sehat walfaiat atau didera oleh penyakit yang berkepanjangan, panjang umur atau hidup yang singkat; yang menjadi ukuran ialah apakah dalam Ada orang yang sepanjang hidupnya tetap miskin bukan karena malas atau bodoh, sebaliknya ada orang yang dari kecil hingga tua selalu hidup dalam kelimpahan. Ada yang seumur hidupnya dipenuhi dengan kesulitan, sebaliknya ada yang jalan hidupnya begitu mulus. Cara berpikir yang duniawi akan menilai orang yang hidupnya dipenuhi kesusahan itu bernasib buruk dan gagal, dan orang yang hidupnya enak itu bernasib baik dan sukses. Jika orang Kristen masih terjebak dalam cara pandang yang duniawi ini, maka perhatiannya hanya tertuju kepada mengusahakan kenyamanan hidup dan kelepasan dari kesulitan, dan bukannya pada kualitas hidup yang harus ia wujudkan. Karena itu, tidak heran, ketika dilanda kesulitan, mereka penuh dengan sungut dan keluhan kepada Allah (mengkorfirmasikan tuduhan Iblis, yang tentu saja salah), dan kehilangan fokus untuk dalam situasi hidup mereka untuk semakin memuliakan Allah. Di tengah-tengah kesulitan hidup yang memuncak, justru Ayub menyatakan kesaksian hidup yang sulit dilampaui. Di tengah-tengah kehidupan yang hancur oleh kelumpuhannya, Joni Erickson Tada justru menyatakan suatu kehidupan yang begitu mulia. Kedua, bagi anak Allah, keadaan sulit yang kita alami bukanlah keadaan tak diberkati, sebaliknya mungkin itu adalah saat yang paling indah dalam hidup kita. Ketika berada dalam kondisi yang sulit, terjepit, merasa lemah, keadaan yang memaksa kita bergantung penuh kepada Allah, seringkali kita menganggapnya sebagai bad time (waktu yang buruk), kondisi buruk yang tidak diberkati. Inilah alasan ketika berada dalam kondisi tersebut satu-satunya keinginan kita ialah cepat-cepat keluar dari situasi itu, setelah itu baru kita merasa diberkati. Tetapi dalam pengalaman saya, saya belajar bahwa saat berada di dalam kelemahan itu adalah saat-saat di mana saya paling dekat dengan Tuhan, itulah saat yang indah bersama Tuhan. Dan saat saya merasa kuat, mantap, dewasa, mandiri, mungkin itu adalah saat saya mulai tidak begitu bergantung lagi kepada Tuhan dan mulai agak liar atau bahkan sangat liar. Jangan salah mengerti bahwa saya mengajarkan supaya kita menginginkan kehidupan yang terus dalam kesuraman dan penderitaan, karena itu bukan maksud Tuhan atas hidup kita. Kekristenan adalah agama yang positif, yang penuh dengan pujian kemenangan dan sukacita. Karena itu, tidak salah jika dalam kesulitan, sakit, kesedihan, kita menginginkan Tuhan memberikan kelepasan, kelimpahan dan sukacita kepada kita. Tetapi apa yang mau saya tegaskan di sini ialah marilah kita belajar untuk melihat masa suram itu secara positif dari perspektif Kristen, bahwa jika saya berada dalam situasi seperti itu di situ pun Allah hadir dan kasih rahmatNya menopang aku, bahkan lebih penuh kasih mesra. Ada sesuatu yang unik dalam kehidupan ma¬nu¬sia, seringkali masa-masa sulit yang pernah kita alami dulu, seperti krisis, bahaya, kesulitan hidup, dsb kita ingat kembali dengan perasaan nostalgia. Demikian juga, dikatakan mengenai hubungan dalam pernikahan: krisis pernikahan yang dilalui dengan penuh ketabahan bahkan berguna untuk membangun kasih dan kepercayaan yang kokoh antara keduanya, suatu hal yang tidak pernah akan dimengerti dan dialami oleh mereka yang telah menyerah. Ketiga, dengan memfokuskan pikiran hanya pada kebahagiaan di masa yang akan datang, kita telah menyia-nyiakan realitas kehidupan masa kini, yang sebenarnya merupakan sesuatu yang indah dan sangat berharga. Sayur pare itu pahit, jangan dibuang, sebaliknya belajarlah untuk menikmatinya, karena itu sayur yang baik/berguna dan enak. Hidup ini sulit, ini adalah fakta tidak dapat kita tolak. Namun jika kita menyikapinya dengan benar, maka masa-masa sulit itu dapat menjadi pengalaman yang indah bersama Tuhan. Andaikan kita diberi umur 40 tahun, dan 20 tahun terisi oleh kesulitan, apakah berarti kita hanya akan memiliki 20 tahun hidup yang bermakna? Bagi saya, asal kita berjalan bersama Tuhan, maka kita tetap akan memiliki 40 tahun bermakna yang sangat berharga. Blaise Pascal mengatakan: kita tidak pernah [sungguh-sungguh] hi¬dup hanya untuk masa kini .... Kita bersikap tidak bijaksana dengan mengembara dari satu masa ke masa lain yang sesungguhnya bukan milik kita. Kita ... mengabaikan apa yang sungguh-sungguh ada. Kita bersikap demikian karena momen sekarang biasanya adalah sesuatu yang menyakitkan, itulah sebabnya kita menekannya... Kita cenderung membebani pikiran kita dengan masa lalu dan masa yang akan datang, dan jarang memikirkan masa kini.... Kita menjadikan masa masa lalu dan masa kini sebagai sarana, dan hanya menjadikan masa yang akan datang sebagai tujuan kita. Dengan cara berpikir demikian, kita tidak pernah sungguh-sunguh hidup, sebab kita hanya hidup dalam pengharapan, mengharapkan sesuatu yang belum ada, sedangkan yang ada dibuang-buang. Dengan selalu merencenakan bagaimana kita dapat menjadi bahagia, kita tidak pernah berada dalam kebahagiaan itu. (Pensees). Keempat, dengan memandang masa “sulit” sekarang sebagai hal yang negatif dan hanya memikirkan kebahagiaan yang belum tiba maka kita lalai menyambut maksud Tuhan dalam situasi kita itu. Tidak ada pengalaman kita yang alami yang terjadi di luar kontrol Allah. Dan jika Ia mengizinkan kita mengalami suatu kesulitan pasti ada maksud baik dari Allah bagi kita. Kita tahu bahwa: “Allah ... bekerja dalam segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, yaitu bagi mereka yagn terpanggil sesuai dengn rencana Allah.” (Rm 8:28). Dan jika dalam setiap situasi hidup kita terdapat maksud Allah yang baik, maka marilah kita menyambut maksudNya itu. Saint John of the Cross (Santo Yohanes dari Salib) mengungkapkan apa yang dinamainya the dark night of the soul (jiwa yang berada dalam kegelapan malam). Ia mengatakan demikian, “Berada di dalam kegelapan malam bukanlah sesuatu yang buruk dan destruktif. Sebaliknya ini bagaikan pengalaman orang sakit yang menyambut ahli bedah yang menjanjikan kesehatan dan kesembuhan kepadanya. Tujuan dari kegelapan ini tidak dimaksudkan untuk menyakiti atau menghukum kita tetapi untuk menyembuhkan kita. Inilah kesempatan yang Tuhan pakai untuk menarik kita lebih dekat kepadaNya.” Inilah pengalaman dan prinsip rohani yang mendalam untuk menghadapi realita hidup sebagai anak Allah yang mendapat identitas dan destiny penuh kemuliaan. Ia baik karena melucuti setiap ketergantungan kita yang berlebihan kepada perasaan ataupun kondisi-kondisi fisik di luar. Pandangan yang sering kita dengar adalah bahwa pengalaman kekelaman ini harus kita hindari sebagai syarat untuk mengalami kedamaian, penghiburan dan sukacita adalah pikiran yang salah. Sebab berada di dalam keadaan yang gelap ini adalah salah satu cara yang Allah pakai untuk memberikan kepada kita keheningan, ketenangan sehingga Ia dapat melakukan transformasi batin dari dalam kita. Ketika Allah membawa kita ke dalam keadaan demikian, bersyukurlah, karena Allah dalam kasih sayangNya yang besar sedang menarik kita keluar dari gangguan supaya kita dapat melihat Dia secara lebih jelas. Dalam keadaan demikian jangan memberontak atau melawan tapi belajarlah untuk diam dan menantikan Tuhan.” Allah mempunyai program yang mulia dalam hidup kita, membawa kita ke dalam kemuliaan. Ia ingin membentuk kita menjadi baru dan yang mulia. Dan kesulitan merupakan keadaan yang sangat kondusif untuk pekerjaan ini. Saat kita sedang hancur, saat ego kita telah dihancurkan, itulah saat kita bagaikan tanah liat yang telah dihancurkan untuk siap dibentuk ulang secara baru. Jika dalam saat demikian, kita salah mengerti dan memberontak, kita telah berlaku bodoh dan merugikan diri kita sendiri. Sebagian tidak tahan dalam kegelapan yang kelam ini sehingga ia mencari pengalaman rohani palsu yang menimbulkan gairah dalam hatinya yang kering, tetapi tindakan ini justru mengganggu program Tuhan. Guru-guru palsu telah menawarkan pengalaman agama palsu untuk mengisi kekeringan yang seharusnya diisi oleh Tuhan, akibatnya kepekaan rohani mereka menjadi tumpul. Apa yang mestinya kita miliki pada saat-saat seperti ini ialah berdiam diri di hadapan Allah dan menantikan Tuhan. Manusia tidak selalu menolong, terkadang mereka justru menjadi pengganggu yang mengalihkan perhatian kita dari suara Tuhan. Nabi Yesaya berkata: “dengan bertobat dan tinggal diam kamu akan diselamatkan, dalam tinggal tenang dan percaya terletak kekuatanmu.” Tetapi kamu enggan, kamu berkata, ‘Bukan, kami mau naik kuda dan lari cepat’, maka kamu akan lari dan lenyap. Katamu pula, ‘Kami mau mengendarai kuda tangkas’, maka para pengejarmu akan lebih tangkas pula.” (Yesaya 30:15-16). Setiap kali kita mengalami kesulitan, carilah maksud Tuhan dalam situasi yang kita hadapi itu. Jangan kita dilumpuhkan oleh kesulitan, tetapi temukan ‘mutiara’ (berkat rohani) di balik kondisi sulit itu. Justru saat di dalam di penjara, Paulus menulis surat-suratnya yang paling penting dan menjadi berkat besar bagi gereja Kristen sepanjang masa, yaitu surat Efesus, Filipi, Kolose, Filemon dan Roma. Demikian juga saat dipenjarakan John Bunyan menulis Pilgrim Progress, karya sastra alegoris terindah dan bermutu tinggi di antara literatur Kristen. Perhatikanlah respon kita dalam masa-masa sulit itu supaya jangan kesulitan itu dilewati tanpa mendapatkan berkat rohani dari Tuhan itu. Amin. melanjutkan, “Dalam saat-saat seperti ini mungkin kita akan merasa kering, depresi bahkan putus asa. Tetapi ini merupakan keadaan yang

Selasa, 07 Februari 2012

BACAAN : 1 TESALONIKA 4:1-12 TEMA: MENGASIHI LEBIH SUNGGUH (La sakendek-kendekna tu kasiala masean)

Pokok bahasan : nyatakanlah dengan sungguh-sungguh kasih seorang terhadap yang lain
Pemahaman teks
Perikop ini berisi nasehat-nasehat Paulus kepada jemaat di Tesalonika dan nasihat-nasihat itu dapat dibagi dalam tiga bagian:
1. Ayat 1-2,berisi nasihat Paulus kepada jemaat di Tesalonika untuk lebih bersungguh-sungguh lagi mengikuti petunjuk yang sudah diajarkan kepada mereka. Paulus rupanya telah menyaksikan ketika ia masih bersama dengan mereka bahwa apa yang telah diajarkannya telah diikuti oleh warga jemaat. Namun ia masih tetap berharap dan mendorong untuk lebih maju lagi.
2. Ayat 3-8, berisi nasihat Paulus agar jemaat menghindari perbuatan-perbuatan yang tidak sesuai dengan kehendak Allah. Paulus mengingatkan mereka bahwa mereka telah menerima pengudusan karena itu mereka mesti hidup dengan melakukan apa yang kudus. Untuk maksud tersebut maka mereka dinasehati supaya tidak melakukan hal-hal yang cemar, seperti: percabulan, hawa nafsu, poligami (dalam ayat 4 dikatakan: supaya kamu masing-masing mengambil seorang menjadi istrimu sendiri…). Agar jemaat bersungguh-sungguh menghindari perbuatan cemar, maka Paulus mengingatkan mereka bahwa Allah memanggil kita bukan untuk melakukan apa yang cemar, melainkan apa yang kudus. Karena itu siapa yang menolak ini bukanlah menolak manusia melainkan menolak Allah yang telah memberikan juga RohNya yang kudus.
3. Ayat 9-12, dalam ayat ini Paulus menasehati jemaat Tesalonika untuk lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengasihi. Menurut Paulus jemaat telah belajar mengenai kasih Allah dan mereka telah menyatakanya dengan saling mengasihi namun paulus tetap menasihati mereka untuk lebih bersungguh-sungguh lagi dalam mengasihi.
Usulan dalam natal keluarga
1. Pemimpin memberi kesempatan kepada semua anggota keluarga menyampaikan pengalamanya dalam setahun terakhir di mana mereka merasakan kasih dari sesama anggota keluarga. Setiap anggota keluarga selesai membagikan pengalamanya semua peserta ibadah menyanyikan: kukasihi kau dengan kasih Tuhan (sambil berhadap-hadapan).
2. Sesudah semua anggota keluarga membagikan pengalamannya, pemimpin menjelaskan mengapa orang percaya mesti hidup saling mengasihi. Kita saling mengasihi karena Allah lebih dahulu mengasihi kita. Allah mengasihi kita karena Allah adalah kasih dan sumber kasih. Wujud kasih Allah yang agung dinyatakannya di dalam Yesus Kristus yang kelahiranNya sedang kita rayakan lewat natal. Kita saling mengasihi sebagai wujud bahwa kita menerima kasih Allah yang dinyatakan di dalam Yesus Kristus. Kita saling mengasihi agar kita dapat menikmati kehidupan bersama yang bahagia (pemimpin dapat menambahkan penjelasan ini).
3. Sesudah penjelasan, pemimpin memberi kesempatan kepada semua anggota keluarga untuk mengemukakan apa saja yang masih dibutuhkan dan diharapkan agar setiap anggota keluarga bersungguh-sungguh menyatakan (misalnya: apa yang masih diharapkan dan dibutuhkan dari ayah oleh ibu atau anak agar bersungguh-sungguh menyatakannya atau dari anak, si A oleh ayah atau ibunya agar bersungguh-sungguh melakukan dst).
4. Sesudah semua anggota keluarga menyampaikan harapannya, pemimpin mengajark semua peserta ibadah perayaan natal keluarga untuk berkomitmen melakukan/mewujudkan apa yang masih diharapkan padanya.