Retreat

Retreat
Paskah 7 April 2010

Golden Bridge

Kumpulan ide-ide kreatif yang dibangun untuk membangun masa depan pemuda yang semakin disukai Allah dan manusia.

Sabtu, 31 Juli 2010

Nasihat Untuk Pemuda


Khotbah untuk ibadah hari ulang tahun
Pengkhotbah 11:9
“Bersukarialah, hai pemuda, dalam kemudaanmu, biarlah hatimu bersuka pada masa mudamu, dan turutilah keinginan hatimu dan pandangan matamu, tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”
Pendahuluan
(Sebuah kegiatan)
Membagikan selembar kertas yang masih kosong kepada setiap peserta (jemaat) yang hadir. Kemudian kertas itu dipotong menjadi dua. Kertas yang satunya tempat menggambarkan atau menuliskan gambaran pada masa lalunya, yakni hal yang berkenaan dengan sifat ataukah sebuah peristiwa dan sesuatu hal itu sifatnya dapat diperbaharui pada masa mendatang, dan di kertas kedualah tempat menggambarkan atau menuliskan hal tersebut menyagkut harapan di masa yang akan datang.
Setelah semua selesai masing-masing membagikan pengalamannya itu (kalau waktu memungkinkan: disikonkan), kemudian semua menyanyikan lagu
“masa muda sungguh senang”
Masa muda sungguh senang, jiwa penuh dengan cita-cita
Dengan api yang tak kunjung padam, selalu membakar dalam jiwa
Masa mudaku, masa yang terindah, masa Tuhan memanggilku
Masa mudaku masa yang kukenang, kutinggalkan semua dosaku
Lalalalalalalala…lalalalalalalala……… lalalalalalalala.. lala..lalalalaa..lala
Kalau menyimak syair dari kidung pujian tersebut maka jelas memberi pesan bagi kita bahwa memang pada masa muda adalah masa yang sungguh menyenangkan bagi hampir semua orang. Masa muda adalah masa untuk berkreasi; masa untuk berkarya; sebab masa muda adalah masa seseorang penuh energik; masa puncak kekuatan fisik seseorang. Sehingga orang sangat mengagungkan masa ini.
Isi
Demikianalah Pengkhotbah melihat masa muda adalah masa “kesempatan” atau masa “peluang”, sehingga ia menyarankan kepada para pemuda agar menggunakan masa muda ini dengan bersukaria, menuruti keinginan hati dan apa yang di pandang mata. Dan memang bahwa secara psikologi pada umumnya, umur pada masa muda yang menjadi salah satu kebiasaan adalah kehendak untuk mau mencoba dan mau mencoba lagi, boleh dikatakan sebagai masa penasaran. Tidak merasa puas kalau belum merasakan atau mencoba sendiri. Maunya selalu bebas, seakan dunia ini adalah miliknya sendiri. Akan tetapi tidak hanya itu, Salomo mengikuti kalimatnya, ”…tetapi ketahuilah bahwa karena segala hal ini Allah akan membawa engkau ke pengadilan!”. Yang berarti bahwa Salomo ingin berpesan bahwa memang indah mengikuti segala kemauan, akan tetapi kita bukan hanya seorang diri hidup di dunia ini. Dapat saja kita berkata tentang sesuatu hal itu baik, tetapi menurut orang lain hal itu tidak seperti yang kita anggap baik. Sehingga kalau hal itu tidak benar maka pengadilan menuntut kita untuk mempertanggung jawabkan perbuatan kita sebab ada norma-norma hukum yang mengatur tatanan hidup suatu masyarakat . Berani berbuat berarti berani bertanggung jawab pula. Maka kita dapat mengambil suatu kesimpulan bahwa tidak ada yang teramat penting bagi seserang adalah takut akan Tuhan. Sebab dengan takut akan Tuhan akan selalu menjadi daya kontrol kepada kita dalam menjalani kehidupan, dalam mengambil sikap dan tindakan hidup setiap harinya. Dan bila kita perhatikan pada bagian terakhir penulisan kitab ini penulisnya (Salomo), mengakhirinya dengan kalimat “Akhir kata dari segala yang didengar ialah: takutlah akan Allah dan berpeganglah pada perintah-perintah-Nya, karena ini adalah kewajiban setiap orang. Karena Allah akan membawa setiap perbuatan ke pengadilan yang berlaku atas segala sesuatu yang tersembunyi, entah itu baik, entah itu jahat”. (Pkh. 12:13,14).
Aplikasi
Menurut tradisi Yahudi, Salomo menulis Kidung Agung ketika masih berusia muda, Amsal pada usia setengah tua dan kitab Pengkhotbah pada tahun-tahun akhir hidupnya. Pengaruh yang bertumpuk dari kemerosotan rohani, penyembahan berhala, dan hidup memuaskan-dirinya pada akhirnya membuat Salomo kecewa dengan kesenangan dan materialisme sebagai cara untuk mencapai kebahagiaan. Kitab Pengkhotbah mencatat renungan-renungan sinisnya tentang kesia-siaan dan kehampaan usaha menemukan kebahagiaan hidup terlepas dari Allah dan Firman-Nya. Ia telah mengalami kekayaan, kuasa, kehormatan, ketenaran, dan kesenangan sensual -- semua secara melimpah -- namun semua itu akhirnya merupakan kehampaan dan kekecewaannya saja, "Kesia-siaan belaka! Kesia-siaan belaka! ... segala sesuatu adalah sia-sia" (Pengkh 1:2). Tujuan utamanya dalam menulis Pengkhotbah mungkin adalah menyampaikan semua penyesalan dan kesaksiannya kepada orang lain sebelum ia wafat, khususnya kepada kaum muda, supaya mereka tidak melakukan kesalahan yang sama seperti dirinya. Ia membuktikan untuk selama-lamanya kesia-siaan melandaskan nilai-nilai kehidupan seorang pada harta benda duniawi dan ambisi pribadi. Sekalipun orang muda harus menikmati masa muda mereka (Pengkh 11:9-10), adalah lebih penting untuk mengabdikan diri kepada Sang Pencipta (Pengkh 12:1) dan membulatkan tekad untuk takut akan Allah dan berpegang pada perintah-perintah-Nya (Pengkh 12:13-14); itulah satu-satunya jalan untuk menemukan makna hidup ini.

Jadilah pemuda yang dicintai Tuhan
Dan sesama.
Amin.



oleh: Yulianus Tandisau’

1 komentar: